JAKARTA, HOTNEWSIDN.COM – Sebuah insiden mengerikan terjadi di Meksiko ketika influencer TikTok, Valeria Marquez, meregang nyawa saat sedang melakukan siaran langsung di platform miliknya. Perempuan berusia 23 tahun itu dilaporkan menjadi korban penembakan yang terjadi pada Selasa, 13 Mei, saat ia tengah bekerja di sebuah salon kecantikan di kota Zapopan.
Dalam potongan video live yang beredar, Valeria terlihat sedang duduk santai di depan kamera sambil memegang boneka mainan. Ia sempat mengucapkan kalimat, “Mereka datang,” sebelum terdengar suara seseorang memanggilnya, “Hai, Vale?” yang dijawabnya dengan singkat, “Ya.” Tak lama berselang, terdengar suara tembakan, yang ternyata menewaskannya seketika. Kamera sempat merekam seseorang yang mendekat dan menyentuh ponsel Valeria, sebelum siaran terputus.
BACA JUGA : Ketegangan India-Pakistan Memanas: Sistem S-400 Rusia dan Drone Israel Terlibat dalam Operasi Militer di Kashmir
BACA JUGA : Robert F. Prevost Terpilih Jadi Paus Leo XIV: Paus Amerika Pertama dalam Sejarah Gereja Katolik
Valeria dikenal luas di dunia maya lewat konten seputar kecantikan dan makeup. Di media sosial, terutama TikTok dan Instagram, ia memiliki hampir 200 ribu pengikut. Kepergiannya secara tragis memicu duka mendalam, sekaligus sorotan tajam terhadap meningkatnya kekerasan terhadap perempuan di Meksiko.
Pihak kejaksaan negara bagian Jalisco menyatakan bahwa motif pembunuhan diduga berkaitan dengan gender, yang dalam hukum di Meksiko mencakup tindakan kekerasan berbasis diskriminasi terhadap perempuan, termasuk pelecehan, kekerasan fisik, hingga eksploitasi tubuh korban.
Data dari Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika Latin dan Karibia (ECLAC) menyebutkan bahwa wilayah tersebut, termasuk Meksiko, mencatat salah satu tingkat femisida (pembunuhan terhadap perempuan karena gendernya) tertinggi di dunia, yakni 1,3 kasus per 100.000 perempuan pada tahun 2023. Di tingkat nasional, negara bagian Jalisco sendiri menempati posisi keenam tertinggi dalam kasus pembunuhan, dengan total 906 kasus tercatat.
Peristiwa ini kembali menyoroti bahaya nyata yang dihadapi perempuan di ruang publik, termasuk saat mereka aktif di dunia digital.