Rektor Universitas Pancasila Dicopot, Diduga Imbas Membela Korban Kasus Pelecehan Eks-Rektor

Rektor Universitas Pancasila Dicopot

JAKARTA, HOTNEWSIDN.COM – Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo resmi diberhentikan dari jabatannya sebagai Rektor Universitas Pancasila (UP) efektif mulai 30 April 2025.

Keputusan pemberhentian tersebut tertuang dalam surat Keputusan Ketua Pembina Yayasan Pendidikan dan Pembina UP (YPP-UP) dengan nomor 04/KEP/KA.PEMB/YPP-UP/IV/2025 yang dikeluarkan pada 23 April 2025.
Dalam surat tersebut disebutkan, “Per tanggal 30 April 2025, Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo, IPU., ASEAN Eng., ACPE, diberhentikan dari jabatannya sebagai Rektor Universitas Pancasila.”

Menurut keterangan resmi dari pihak yayasan, Marsudi dianggap tidak memenuhi target dan komitmen kerja yang telah disepakati dalam kontrak kerja dan pakta integritas saat pertama menjabat.
“Kinerja rektor dinilai kurang optimal serta tidak dapat menjalin sinergi dengan YPP-UP,” demikian bunyi salah satu poin dalam konsiderans surat keputusan tersebut.

Lebih lanjut, disebutkan bahwa Marsudi juga dinilai mengabaikan prinsip manajemen berkelanjutan dan kurang memperhatikan keberagaman yang ada di tingkat fakultas.

Menanggapi pemberhentiannya, Marsudi menyatakan bahwa alasan yang diberikan tidak berdasar.
“Memang ada kontrak kinerja, tapi disebutkan baru bisa diberhentikan jika dalam dua tahun berturut-turut target tidak tercapai. Sementara saya baru enam bulan menjabat,” ujarnya dalam keterangan kepada media Disway pada 29 April 2025.

BACA JUGA : Jet FA-18E Super Hornet AS Terjun ke Laut Merah Saat USS Harry S Truman Manuver Hindari Rudal Houthi
BACA JUGA : Eks Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar Jadi Tahanan Kota, Wajib Lapor Setiap Minggu

Marsudi menduga pencopotan dirinya terkait dengan sikapnya dalam kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan eks Rektor ETH terhadap seorang mahasiswa, kasus yang saat ini masih dalam proses hukum.
“Ada kaitannya dengan kasus ETH. Beberapa pejabat kampus yang membela korban juga mengalami tekanan dan pemberhentian secara sepihak,” ungkap Marsudi.

Ia menyebut beberapa nama yang turut diberhentikan tanpa proses pembelaan, seperti Dienati Tjokro, Amin Subandrio, dan Handrito, karena aktif mendukung korban dalam kasus tersebut.

Marsudi menambahkan, sebagai rektor, ia hanya menjalankan amanat dari Undang-Undang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual serta mengikuti rekomendasi dari LLDikti III, yang meminta kampus memulihkan hak-hak korban.

“Saya juga sempat menolak permintaan untuk mengaktifkan kembali ETH pada Oktober 2024. Penolakan ini memicu tekanan dan intimidasi terhadap saya, termasuk ancaman secara langsung maupun melalui pesan WhatsApp dari oknum yayasan,” beber Marsudi.

Ia menilai proses evaluasi kinerja yang digunakan sebagai dasar pemberhentian juga tidak objektif dan menyalahi prosedur, karena tidak melibatkan Senat Universitas sebagaimana diatur dalam statuta kampus.

“Evaluasi tersebut tidak sesuai dengan penilaian resmi Kementerian yang bisa diakses melalui Dashboard Indikator Kinerja Utama Perguruan Tinggi,” tegasnya.

Di sisi lain, diketahui pula adanya dua korban baru dalam kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh ETH, memperkuat dugaan adanya konflik internal dalam penanganan kasus tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *